Perbankan Diminta Tidak Sembrono
Administrator Jumat, 03 Agustus 2018 16:07 WIB
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) meyakini perbankan dan
perusahaan pembiayaan tidak akan sembrono dalam menawarkan uang muka
kredit menyusul pemberlakuan resmi pembebasan rasio nilai kredit
terhadap aset (loan to value/LTV) per 1 Agustus 2018.
Asisten
Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Filianingsih
Hendarta mengatakan, Bank Sentral dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan
terus melakukan pengawasan (surveillance) ketat terhadap pelaksanaan
aturan pembebasan LTV ini.
Pada awal Agustus 2018 merupakan waktu
mulai berlakunya pembebasan (LTV) oleh BI untuk pembiayaan rumah
pertama semua tipe. Dengan dibebaskannya LTV, bank bisa mengatur besaran
syarat uang muka (down payment) kepada nasabah, termasuk jika perbankan
ingin menawarkan DP 0%.
Pemberian besaran DP tergantungpada
hasilpenilaian manajemen risiko bank terhadap profil nasabah. "Tentunya
bank yang layak juga akan mempertimbangkan risiko dalam memberikan KPR
dan memberikan DP rendah untuk fasilitas kredit rumah pertama," ujar
Filianingsih, di Jakarta, kemarin.
Kebijakan relaksasi uang muka
hingga 0% disambuat baik kalangan industri. Aturan tersebut diayakini
akan membantu pertumbuhan kredit termasuk pembiayaan kendaraan bermotor.
"Saya kira kalau kebijakan tersebut untuk menggerakkan perekonomian itu
baik.
Diharapkan bisa mendorong kredit lebih tumbuh lagi. Kita
lihat memang positif," ujar Direktur PT Astra International Tbk Suparno
Djasmin di sela-sela pameran Gaikindo Indonesia International Auto Show
(GIIAS) 2018 di Tangerang, Banten, kemarin.
Dia menambahkan,
Astra International melalui lini bisnisnya Astra Financial menyambut
baik kebijakan pelonggaran uang muka tersebut karena akan mendorong
industri pembiayaan lebih bergairah. "Nanti kita akan menyesuaikan juga
dengan kebutuhan konsumen seperti apa.
Kita ingin konsumen tidak
terbebani cicilannya," ujar dia. Saat ini periode tenor pembiayaan untuk
kendaraan bermotor dari kelompok usaha Astra Financial ada yang sampai
4–5 tahun. Jangka waktu tersebut, kata Abong, panggilan akrab Suparno
Djasmin, dianggap ideal.
"Ya, nanti akan disesuaikan lagi apakah
konsumen butuh tenor lebih panjang lagi," ujar Abong. Kendati demikian,
kata dia, faktor lain seperti funding juga akan menjadi pertimbangan
tersendiri. Pasalnya, selama ini Astra Financial mendapatkan funding
dengan rata-rata waktu 1–2 tahun.
Direktur Riset Center of Reform
on Economy (CORE) Pieter Abdullah Redjalam menilai, dengan DP yang
lebih kecil diharapkan masyarakat terpacu membeli rumah/mobil/ motor
atau permintaan kredit meningkat demikian juga dengan konsumsi
masyarakat.
Pieter juga meyakini bahwa kebijakan LTV/FTV ini akan
berdampak positif mendorong kredit properti dan kendaraan bermotor.
Akan tetapi, menurut dia pertumbuhan kredit secara keseluruhan tahun ini
tidak akan melonjak drastis.
"Pertumbuhan kredit maksimal akan
berada di kisaran 11 sampai dengan 12% yoy," katanya. Dia menambahkan,
untuk mendorong kredit khususnya kredit properti tidak cukup dengan
menurunkan DP.
"Yang perlu juga dipikirkan bagaimana membuat uang
muka kecil dan angsuran juga terasa ringan. Kalau ini terjadi,
masyarakat akan terpacu membeli properti. Bagaimana caranya? Longgarkan
jangka waktu kredit. Sekarang kredit perumahan yang paling lama adalah
15 tahun. Kenapa tidak seperti di luar negeri bisamencapai20sampai30
tahun," ujarnya.